Bahkan kitab Talmud menggambarkan informasi selaku "tiga cabang lidah" yang membunuh tiga orang: pencerita, pendengar, dan orang yang digosipkan."
Gosip memang identik dengan hal-hal jelek. Namun siapa sangka bahwa isu mempunyai manfaat sehat dan berfaedah.
Bergosip merupakan acara yang tidak memerlukan banyak usaha tetapi mempunyai imbas yang cukup adiktif. Dalam studi pada tahun 2016 oleh British Journal of Developmental Psychology disebutkan bahwa bawah umur cenderung mengetahui definisi isu pada usia lima tahun.
Pada tahun 1980an, jurnalis Blythe Holbrooke melakukan studi terhadap dunia perghibahan ini dengan mengajukan Hukum Akar Terbalik: C = (TI) ^ v - t, di mana kemungkinan info sedang beredar (C) sama waktunya (T) dikali bunga (I) dengan kekuatan yang tidak mampu diverifikasi (v) minus keengganan seseorang untuk mengulangi perbuatan ini (t).
Terlepas dari reputasinya, hanya 3 hingga 4 persen info yang memiliki imbas jahat. Bahkan, gosip mampu menyatukan orang-orang. Para peneliti di University of Texas dan University of Oklahoma menemukan bahwa jika dua orang membuatkan perasaan negatif ihwal orang ketiga, mereka cenderung merasa lebih dekat satu sama lain ketimbang jikalau mereka berdua merasa kasatmata tentang dirinya.
Gosip bahkan mampu membuat kita menjadi orang yang lebih baik. Sebuah tim peneliti Belanda melaporkan bahwa mendengar informasi perihal orang lain menciptakan subyek penelitian lebih reflektif; isu kasatmata bisa mengilhami upaya perbaikan diri, dan isu negatif membuat orang gembira pada diri mereka sendiri.
Dalam studi lain, peserta yang merasa lebih jelek sehabis mendengar sepotong berita negatif, makin besar kemungkinan mereka mengatakan bahwa mereka telah mendapat pelajaran dari berita tersebut.
Gosip negatif juga dapat mempunyai imbas prososial pada orang-orang yang bergunjing. Para peneliti di Stanford dan UC Berkeley memperoleh bahwa begitu orang dikucilkan dari kalangan alasannya dianggap egois, mereka mengubah diri mereka sebagai cara untuk kembali dalam pergaulan.
Sejauh ini penilaian paling aktual dari informasi berasal dari antropolog dan andal psikologi evolusioner, Robin Dunbar. Dalam catatannya, nenek moyang primata kita terikat melalui perawatan diri; Mereka akan saling menggaruk punggung untuk memutuskan pertahanan diri bareng kalau diserang oleh predator.
Tetapi dikala hominid berkembang lebih pintar dan lebih sosial, golongan-kelompok mereka menjadi terlalu besar untuk bersatu dengan merawat diri. Di situlah bahasa dan berita (didefinisikan secara luas) melangkah masuk.
Robin beropini bahwa dialog kosong dengan dan tentang orang lain memberi manusia permulaan rasa identitas bareng dan menolong mereka tumbuh lebih sadar akan lingkungan mereka, sehingga menginkubasi fungsi yang lebih kompleks yang pada balasannya akan menciptakan peradaban mirip Talmud atau Pascal.
Makara, kalau Anda tergoda untuk menyalurkan harapan Anda untuk bergunjing, jangan takut; Anda sebetulnya dapat mengiklankan kerja sama sampai mengembangkan harga diri orang lain.
Post a Comment for "Info Tak Selalu Buruk"