Umumnya, tanda-tanda yang dirasakan berupa cemas dan murung yang menciptakan ibu enggan mengelola bayinya. Namun, tak banyak yang tahu bahwa tanda-tanda juga mampu ditunjukkan melalui luapan emosi yang sering disebut postpartum rage.
Apa itu postpartum rage?
Postpartum rage bergotong-royong merupakan bagian dari seangkaian gejala stress postpartum. Mungkin, beberapa orang berpikir bahwa tertekan postpartum sama dengan baby blues.
Memang, keduanya memiliki gejala yang nyaris serupa. Ibu yang mengalami baby blues lazimnya mencicipi gejala mirip situasi hati yang berganti-ubah dengan cepat, menangis, cemas, dan tak bisa tidur.
Bedanya, kalau baby blues hanya berlangsung satu sampai dua ahad, tertekan postpartum terjadi lebih dari waktu tersebut dan bahkan bisa memakan waktu berbulan-bulan atau bertahun lamanya khususnya jika tidak dikerjakan.
Selain tanda-tanda yang sudah disebutkan, marah juga termasuk salah satunya. Berbagai emosi negatif yang dirasakan saat tertekan tentunya lebih intens, sehingga tanda-tanda marah yang ditunjukkan pun berlainan dari yang umum dialami oleh ibu sebab hormon kehamilan. Gejala inilah yang kerap disebut postpartum rage.
Ibu yang sedang mengalami postpartum rage mampu terpancing emosinya dari hal-hal kecil. Seringnya, gejala ini menyerang ketika bayi yang sudah ditidurkan tiba-tiba terbangun kembali di tengah malam, sebagai bentuk frustrasi sang ibu yang waktu tidurnya jadi menyusut.
Tak selalu berhubungan dengan bayi, duduk perkara sepele seperti suami yang lupa mematikan lampu kamar mandi, cucian piring yang menumpuk di dapur, atau terjebak macet di perjalanan pulang juga kerap menjadi pemicu amarah.
Ada kalanya, emosi ini diikuti dengan anggapan yang mengusik mirip menyakiti bayi atau orang-orang di sekelilingnya untuk melampiaskan amarah.
Postpartum rage biasanya datang tanpa terkendali. Ibu yang mengalami hal ini tidak mengerti mengapa mereka mampu merasa sebegitu marahnya.
Mengapa postpartum rage mampu terjadi?
Amarah telah banyak dikaitkan dengan kondisi stress kronis. Biasanya, ibu yang telah mengalami stress dari sebelum melahirkan akan lebih rentan mengalami postpartum rage. Selain itu, ibu dengan tingkat pengendalian emosi yang rendah juga dapat memperburuk frustasi.
Kemarahan ini juga mampu disebabkan oleh aspek-aspek yang lain. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh gabungan peneliti dari Universitas British Columbia, ketidakberdayaan mampu menjadi penyebab utama dari hadirnya postpartum rage.
Tiga kondisi yang terkait dengan perasaan tidak berdaya meliputi kesusahan ekonomi, konflik pada relasi suami istri, dan perasaan terjebak pada situasi yang tak diinginkan.
Membesarkan seorang anak tentunya memerlukan biaya. Masalah keuangan membuat keperluan bayi jadi sukar terpenuhi. Ketika derma dari pasangan tak cukup, ditambah dengan kurangnya pendidikan dan keterampilan kerja yang dimiliki ibu, perasaan putus asa yang kian menjadi inilah yang akibatnya mendorong amarah.
Selanjutnya adalah konflik dengan pasangan. Kekerasan dalam rumah tangga atau kurangnya bantuan pasangan dalam memberi pinjaman emosional, pengasuhan, dan keuangan yakni hal-hal yang menyebabkan ketidakberdayaan.
Depresi juga rentan dialami oleh para ibu yang kehamilannya tak dibutuhkan. Biasanya hal ini terjadi pada ibu muda ketika pasangannya tidak ingin bertanggung jawab. Sehingga, kehamilan ini menempatkannya pada situasi sulit yang tak pernah diperkirakan sebelumnya.
Selain faktor ketidakberdayaan, postpartum rage juga mampu terjadi karena realita menjadi seorang ibu yang tak sesuai dengan ekspektasi.
Ibu merasa bahwa dirinya sudah gagal meraih standar keibuan yang diidealkan, contohnya saat ibu tidak berhasil menawarkan ASI untuk bayinya. Alasan ini banyak terjadi pada ibu yang gres mempunyai anak pertama.
Beberapa hal lain mencakup perbedaan contoh ajar dengan mertua, pasangan yang tak mampu menyanggupi keperluan ibu, serta insiden yang menciptakan stres mirip kehilangan orang terdekat turut menjadi faktor penyumbang amarah yang dirasakan ibu dikala mengalami frustasi.
Segera cari dukungan pada profesional
Kebanyakan ibu enggan untuk mencari derma alasannya adalah rasa takut akan dicap sebagai ibu yang buruk. Terlebih, gambaran seorang ibu yang identik dengan sosok hangat dan penyayang menciptakan banyak orang menilai amarah menjadi emosi yang semestinya tak dilakukan.
Padahal, hal ini bukanlah sesuatu yang memalukan atau bahkan menjadi aib. Ada kalanya ibu mencicipi banyak kegalauan serta ketakutan akan tak bisa mengelola bayi dengan baik. Semakin usang dibiarkan, nantinya keadaan ini malah akan mempunyai pengaruh buruk untuk kesehatan ibu sendiri.
Oleh alasannya adalah itu, kalau Anda mengalaminya, jangan ragu untuk secepatnya mencari pemberian terhadap orang lain. Anda bisa mengunjungi psikolog atau ahli kesehatan jiwa yang telah berlisensi.
Karena postpartum rage berhubungan bersahabat dengan stress postpartum, pendekatan yang dilaksanakan akan serupa. Nantinya, Anda diminta untuk memberitahukan gejala-gejala lain yang sekiranya telah mengganggu aktivitas Anda.
Hal ini mampu dilakukan melalui psikoterapi atau terapi bicara. Anda dan terapis akan melakukan pekerjaan sama untuk membuat seni manajemen yang mau dilakukan dalam membantu pengendalian emosi. Dokter juga mungkin akan menawarkan obat mirip antidepresan bila perlu.
Beritahukan pada pasangan dan keluarga Anda wacana kondisi yang sedang dinikmati. Memang, rasa takut akan dipandang negatif normal adanya. Namun, santunan dari orang-orang di sekeliling juga diperlukan untuk pemulihan Anda.
Selama menjalani proses tersebut, titipkanlah anak Anda pada orang tua, sobat, atau orang-orang yang terpercaya. Hal ini perlu dilakukan agar Anda mampu mendapat lebih banyak waktu untuk beristirahat. Lakukan juga berbagai kegiatan pendamping yang lain mirip berolahraga ringan dan meditasi.
Ingatlah bahwa Anda bukan satu-satunya yang mengalami hal ini. Yakinkan diri bahwa seluruhnya akan berangsur baik bila diikuti dengan perjuangan dan dukungan untuk melewatinya.
Post a Comment for "Lebih Mengenal Postpartum Rage"