Kecukupan nutrisi tidak ditentukan frekuensi makan, tapi porsi dan komposisi tiap kali makan.
"Pola tiga kali makan sehari diawali ketika penduduk mulai mengenal kerja dan industri. Makan pagi untuk menyiapkan kebutuhan energi sebelum bekerja, siang untuk recharge, dan malam ketika istirahat di rumah. Pola ini balasannya tertanam hingga antar generasi," kata profesor bidang nutrisi dari University of Illinois Krista Varady dikutip dari SuperFastDiet dan Detik, Selasa, 15 Januri 2019.
Menurut Varady, tidak perlu khawatir kalau tidak bisa mengonsumsi tiga makan besar saban hari. Namun tiap hari pastikan senantiasa makan besar, bukan sekadar makanan ringan yang berfungsi mengganjal rasa lapar.
Makan besar pastinya harus mengandung kecukupan nutrisi, bukan sekadar karbohidrat, untuk mencukupi keperluan harian.
Sebuah riset pernah dilakukan untuk mengenali efektivitas pola makan selama tiga minggu. Riset membandingkan responden yang terbiasa makan 3 kali dan ngemil delapan kali.
Responden yang makan besar tiga kali sehari terbukti lebih bisa menahan rasa lapar. Mereka tidak mudah lapar mata dan lebih selektif menentukan kuliner sesuai kebutuhannya.
Responden yang sudah biasa ngemil bergotong-royong tidak mengalami problem dalam mengendalikan rasa lapar. Namun mereka condong tidak mudah kenyang sehingga senantiasa ingin makan ketika melihat atau mencium aroma sajian.
Hal inilah yang menimbulkan asupan kalori sulit terkontrol, sehingga berat badan gampang naik.
Post a Comment for "Asal Ajakan Acuan Makan Tiga Kali Sehari"